Sebenarnya tulisan ini sedikit copas dari LPK, sebuah laporan yang harus dikumpulkan setelah KKN usai. Yah beginilah, apalah daya, pengen nge-blog tapi tulisan yang panjang kali lebar belum selesai ditulis. haha XD
Lebih kurang kisahnya dimulai dari sini~
Inilah sepenggal kisah yang akan sangat aku rindukan........ :D
Cerita secara keseluruhan namun tetap belum lengkap
Semoga aku bisa menceritakan hal yang lebih mendetail nantinya...~~
Wait me...wait me... :D hehe.
*********************************************
Sebuah kisah dimulai
di akhir perkuliahan di akhir semester. Mungkin sebuah angan akan menjadi
terkabul, sebuah mimpi akan menjadi kenyataan melalui perjalanan ini. Sebuah
perjalanan yang awalnya hanya ditujukan untuk jalan-jalan, namun pada akhirnya
berakhir pada sebuah pengabdian yang luar biasa. Hari itu tanggal 10 Juli 2014 kami berangkat dari Yogyakarta
berkendarakan sebuah bus wisata dengan kapasitas maksimal 28 orang. Entah apa
yang terpikirkan di dalam masing-masing benak kami, mungkin memikirkan tentang
bagaimana hidup hampir 2 bulan di tanah orang, bagaimana masyarakatnya atau
bagaimana jika sesuatu hal terjadi tanpa adanya orang tua yang menemani. Yah,
mungkin itu hanya beberapa pemikiran liar saya. Yang jelas kami
berjumlah 29 orang dari berbagai daerah dari berbagai cabang ilmu mempunyai niat dan tekad kuat dan tulus untuk sebuah
pengabdian di ujung pulau Indonesia, bumi
flores, tanah Nusa Tenggara Timur.
Perjalanan
yang sangat melelahkan namun sangat menyenangkan setelah menyeberangi empat
pulau, mengangkut barang entah berapa kilogram dari satu mobil ke mobil yang
lain, dari satu kapal ke kapal yang lain dan melalui jalan berliku nan ekstrim
menuju desa selama 4 jam. Tanggal 14 Juli 2014 kami memulai perjalanan menuju
Desa Golo Sepang. Perjalanan kami menuju desa ditempuh dengan menggunakan
“Otto”.Otto merupakan bahasa
manggarai yang artinya mobil. Jenis otto yang
kami tumpangi yaitu truk yang dibelakangnya dilengkapi dengan beberapa tempat
duduk berjajar untuk para penumpang. Perjalanan kami juga diiringi dengan musik
nan keras di dalam otto bak berada di
dalam sebuah speaker. Namun, lagi dan
lagi itulah tantangan bagi kami, itu rintangan bagi kami untuk memulai sebuah
pengabdian. Lelah tak terasa karena terobati dengan keindahan alam Indonesia
yang mengiringi langkah kami. Tak menyesal rasanya kami memilih untuk
menggunakan jalur darat dan laut untuk menuju lokasi, kami mendapat banyak
pengalaman dan merasakan indahnya kebersamaan mengarungi perjalanan nan panjang
dan jauh yang mungkin tak akan kami dapatkan melalui jalur lain.
ini nih yang namanya "Otto" kendaraan yang kami tumpangi menuju desa.
Tanggal
14 Juli sore kami tiba di desa dan disambut hangat oleh masyarakat desa
terutama oleh masyarakat dusun 1 karena disanalah rumah awal tempat kami
berteduh. Kami sebanyak 29 orang berteduh disana selama hampir 3 hari. Rumah
tersebut merupakan rumah orang tua dari salah satu teman yang bernama Yahya
Muhaimin. Dialah salah satu orang yang menjadi penyebab utama kami memutuskan untuk
KKN di Desa Golo Sepang. Rumah tersebut sederhana namun menyejukkan. Rumah
tersebut mengingatkan ku pada kampung halamannya ibu. Sebuah rumah panggung
yang akan mengeluarkan suara hentakan ketika kau masuk di dalamnya, ya itu
karena rumah tersebut terbuat dari kayu. Rumah itu yang membuat saya pertama
kali merasakan kenyamanan, entah apa yang dapat saya katakan yang jelas I feel comfortable dan perasaan itu
langsung merubah banyak hal, saya semangat melakukan banyak hal, merasa sangat
semangat dan bahagia.
Setelah
lebih kurang tiga hari kami menginap di rumah orang tua dari Yahya Muhaimin dan
melakukan survei, pada tanggal 18 Juli kami berpisah menuju wilayah kerja kami
masing-masing. Tim kami dibagi ke dalam 4 wilayah kerja atau dusun yang dikenal
dengan subunit. Terbagilah kami ke wilayah Dusun Terang 1, Dusun Terang 2,
Dusun Hento dan Dusun Satar Terang dan saya tinggal di Dusun Satar Terang.
Berkesempatan
untuk tinggal dan mempunyai wilayah kerja di Dusun Satar Terang merupakan
anugrah dari Tuhan bagi saya dan mungkin juga bagi teman-teman saya satu
subunit. Bagaimana tidak, kami tinggal bersama sebuah keluarga yang baik, ramah
dan sangat menyayangi kami, ya keluarga itu merupakan keluarga Pak Ismail
Kanis. Beliau adalah seorang guru SMPN 1 Boleng yang memiliki kharisma dan
dedikasi yang luar biasa. Beliau merupakan salah seorang tokoh masyarakat yang
ikut berperan dalam pengembangan pendidikan di Desa Golo Sepang. Pak Ismail
Kanis memiliki seorang istri yang sangat baik, perhatian dan penyayang dan
beliau juga telah memiliki tiga orang anak yang lucu, pintar dan menggemaskan
yang bernama Rahma, Wahyu dan Lasmi. Keluarga
Pak Ismail Kanis telah memberikan semangat dan kisah tersendiri bagi kami.
Bersama beliau dan keluarganya kami mendapat banyak kasih sayang dan
warna-warni kisah pengalaman hidup termasuk mempelajari bahasa manggarai.
ini foto bersama keluarga Pak Ismail Kanis :)
Kangen Ibu Pondokan, Wahyu, Lasmi, Rahma.......... :*
Hari-hari
cepat berlalu seiring teriknya matahari yang takkan berhenti hingga waktu
maghrib tiba. Saya mengakui bumi Flores memang sangat panas. Entah apa yang
membuat perbedaan suhu daerah timur dengan daerah lain di Indonesia, mungkin
letak geografis daerahnya atau mungkin memang sudah takdir bagi penduduk daerah
timur. Apapun alasannya yang jelas teriknya matahari telah dan tinggalnya kami
selama hampir 2 bulan di daerah ini telah resmi membuat kulit kami gosong atau terbakar yang juga membuat
kami resmi menjadi local people. Namun,
tak ada yang kami sesali, justru inilah tantangannya, justru inilah oleh-oleh
terindah yang dapat kami bawa dan inilah bukti perjuangan kami dalam sebuah
pengabdian.
muka sudah gosong...gosong...oh..oh XD
pake topi pak tani khas manggarai, udah kayak local people belum? :D
Tak
hanya berhenti karena masalah kegosongan kulit, kami juga dihadapi dengan masalah
sulitnya air, listrik dan jaringan seluler. Sumber air telah ada di beberapa
titik, namun untuk menjangkaunya membutuhkan jarak yang cukup jauh dan minimnya
angkutan membuat kami kesulitan untuk memperolehnya. Alhasil, kami harus
menimba air dan mengangkutnya dengan menggunakan gerobak dan itu bukanlah hal
yang mudah. Kami harus merelakan waktu istirahat kami pada malam hari sekitar
pukul 22.00-23.30 WITA khusus untuk mengangkat air. Selain itu, masalah lain
adalah belum masuknya sumber listrik seperti PLN di Desa membuat kami cukup
kesulitan dalam bekerja. Bagaimana tidak, sumber listrik yang dimiliki warga
berupa mesin diesel yang daya hidupnya hanya terbatas dari pukul 18.00-23.00
WITA. Hal tersebut membuat kami kesulitan dan terbatas dalam bekerja atau dalam
pelaksanaan program yang memerlukan listrik banyak di siang hari. Namun, hal
tersebut tidak membuat kami menghentikan program dan menghentikan langkah kami.
Beberapa program seperti penyuluhan kami lakukan dengan bantuan media poster,
papan tulis dan sebagainya.
Sedikit
cerita mengenai keadaan listrik di Desa Golo Sepang sebelum adanya Pembangkit
Listrik Diesel masyarakat menggunakan PLTS (Pembangkit Listri Tenaga Surya).
Modul PLTS ini berasal dari pihak swasta yang mana masyarakat yang ingin
menggunakan modul PLTS ini diwajibkan membayar iuran setiap bulannya kurang
lebih sebesar Rp 36.000. Masyarakat dijanjikan jika menggunakan modul PLTS ,
maka secara tidak langsung mereka juga akan terdaftar menjadi pengguna PLN
ketika listrik dari PLN sudah masuk ke desa Golo Sepang. Banyak sekali keluhan
atau komplain karena banyak lampu emergency
yang rusak setelah penggunaan PLTS selama 2 bulan dan tidak adanya tanggung
jawab dari pihak swasta atau tidak adanya bantuan untuk meperbaiki kerusakan
lampu dan masyarakat masih dituntut untuk membayar iuran setiap bulannya.
Begitulah
keadaan Desa Golo Sepang dalam hal sumber air dan listrik. Selain kedua masalah
tersebut, masyarakat juga sulit mendapat jaringan seluler, sehingga komunikasi
antar masyarakat di dalam desa maupun ke luar desa terbatas dan internet belum
banyak digunakan. Sulitnya mendapat jaringan seluler juga cukup membuat kami
bingung dalam hal komunikasi program antar orang atau subunit dengan jarak
antar subunit dan wilayah kerja yang sedemikian luas. Namun, lagi dan lagi hal
tersebut membuat kami banyak belajar dan mencari alternatif lain untuk tetap
saling berkomunikasi satu sama lain. Terkadang kami berjuang melawan teriknya
matahari dan kapasitas kaki untuk berjalan hanya sekedar untuk memberitahu
informasi untuk subunit lain atau untuk menghubungi aparat desa dan sebagainya.
Itulah beberapa perjuangan dan petualangan yang kami dapat dan itu merupakan
perjuangan yang memberikan kami banyak hal termasuk arti hidup serta dapat merasakan
bahwa hidup itu sulit apalagi mempertahankannya.
Banyak pengalaman yang
didapat selama KKN diantaranya mengenai bagaimana hidup bermasyarakat, bagaimana berinteraksi
dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari benar-benar saya dapatkan. Saya
dan enam orang teman saya tinggal bersama seorang tokoh masyarakat di desa dan
itu cukup membuat saya terkagum akan kesederhanaan hidup, rasa kekeluargaan
yang tinggi dan kasih sayang yang tak terhingga yang diberikan. Terlebih dari
itu, saya juga mendapat keluarga baru dan banyak kasih sayang dari masyarakat
Dusun Satar Terang terutama masyarakat wilayah atas. Meskipun mereka hanya
hidup pada rumah yang beratap jerami, sebuah rumah dari papan reyot dan
berlubang-berlubang, namun hal tersebut tidak membuat mereka acuh terhadap
kedatangan kami. Kami selalu disambut setiap harinya dengan jamuan seadanya,
jamuan kelapa muda, kopi dan ubi, dan dengan senyum merekah Keikhlasan dan
ketulusan benar-benar terpancar dari wajah mereka. Hal itulah yang mungkin
sangat saya rindukan. Semua program yang kami laksanakan merupakan jembatan
kami dan masyarakat untuk saling berkenalan, untuk saling berinteraksi dan
saling betoleransi satu sama lain. Segala hal yang kami lakukan bersama dalam
pelaksanaan program mengingatkan kami bahwa yang paling penting adalah rasa
kebersamaan dan kekeluargaan serta semangat gotong royong yang harus tetap
selalu ada dan dipupuk sepanjang masa.
Bercerita mengenai
masyarakat, masyarakat Golo Sepang terdiri dari masyarakat yang hidup di
wilayah pesisir atau masyarakat wilayah bawah dan wilayah pegunungan atau
masyarakat wilayah atas. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai dan
di wilayah gunung memiliki banyak perbedaan diantaranya perbedaan asal daerah,
budaya, bahasa dan agama. Masyarakat wilayah bawah mayoritas beragama islam dan
berasal dari Bima, sehingga bahasa dan budaya sehari-hari banyak membawa budaya
adat Bima. Sedangkan, masyarakat wilayah atas mayoritas beragama kristen dan
katholik, berbudaya dan berbahasa Manggarai. Latar belakang budaya dan beberapa
perbedaan tersebut cukup berpengaruh pada kinerja dan keterlibatan masyarakat
dalam hidup bermasyarakat sehari-hari, berinteraksi dengan sesama dan yang
terpenting sangat berpengaruh nyata pada saat kegiatan atau program KKN-PPM
dilaksanakan. Masyarakat bawah cenderung sedikit acuh terhadap program atau
kegiatan yang dilaksanakan karena gaya hidup dan pola hidup yang sedikit lebih
maju, sehingga program yang dilaksanakan kurang mendapat perhatian,
keterlibatan dan peran serta masyarakat yang banyak. Sedangkan masyarakat
wilayah atas cukup antusias dalam pelaksanaan program, namun memang kesibukkan
masyarakat atas yang sulit untuk dihindari, masyarakat cenderung hanya punya
waktu untuk aktivitas di luar profesi pada sore atau malam hari, sehingga
pelaksanaan program KKN cenderung hanya bisa diadakan pada malam siang sampai
dengan malam hari. Namun, semua masalah program bukanlah masalah yang berarti
bagi kami. Keinginan masyarakat untuk bekerja bersama dan semangat masyarakat
telah sangat cukup bagi kami.
Ini beberapa gambaran keadaan dan kondisi Desa Golo Sepang
Lahan Pertanian yang disebut Lekeng
Adek-adek SD pigi sekolah :D
Rumah Warga
Yo, Ngopi dulu sudah, Kelapa Muda sudah, Kerjanya Sebentar lagi :D
Arti
perjuangan mungkin telah sedikit kami dapat di KKN ini. Tak menyesal rasanya
memilih lokasi ini. Meskipun awalnya terkadang banyak keluhan dari kami, namun
sekarang keluhan itu menjadi kesan yang sangat indah dan takkan terlupakan.
Hamparan bukit
mengitari desa, birunya laut dan hentakannya pada pasir putih serta keindahan
alam lainnya telah menjadi saksi bisu dan menemani perjuangan ini. Mereka
merupakan penyejuk hati kami dikala kami jenuh dengan kegiatan dan merindukan
kampung halaman. Mereka juga telah menjadi penutup perjalanan ini. Pulau
Rinca-komodo, Pulau Kelor dan pulau-pulau lainnya yang tak tahu kapan bisa kami
kunjungi kembali. Semua indah, semua merupakan rencana Tuhan untuk
mempertemukan kami dengan Desa Golo Sepang, dengan masyarakatnya dan dengan
semua bentuk ciptaan-Nya.
#to be continue~
Comments
Post a Comment